Header Ads

Alat Peraga untuk Mengatasi Belajar Kesulitan Belajar Al Qur'an Hadist Kelas IV


A.    Alat Peraga
  1. Definisi Alat Peraga
Alat peraga didefinisikan sebagai berikut:
a.       Alat peraga adalah “media pengajaran yang mengandung atau membawakan konsep-konsep yang dipelajari”. (Pujiati, 2004:3).
b.      Alat peraga adalah “media pengajaran yang mengandung atau membawakan ciri-ciri dari konsep yang dipelajari”. (Elly Estiningsih dalam Pujiati,1994 :8).
c.       Alat peraga merupakan “benda real , gambar atau diagram” (Antonius C Prihandoko, 2008).
d.      Alat peraga adalah “alat-alat yang dipergunakan oleh guru ketika mengajar untuk memperjelas materi pelajaran dan mencegah terjadinya verbalisme pada siswa”. (Ruseffendi, 1992).
e.       Alat peraga adalah “suatu alat yang dapat diserap oleh mata dan telinga dengan tujuan membantu guru agar proses belajar mengajar siswa lebih efektif dan efisien “.(Sudjana, 2002).
Dengan alat peraga tersebut, siswa dapat melihat langsung bagaimana keteraturan serta pola yang terdapat dalam benda yang diperhatikannya. Maka dari beberapa pendapat di atas bahasa dalam penyampaian pengajaran melalui alat peraga, siswa mendapat kesempatan untuk melihat secara langsung yang terdapat pada benda atau objek yang dipelajari.
  1. Fungsi dan Manfaat Alat Peraga
Secara umum, menurut Pujiati (2004) ada beberapa fungsi alat peraga dalam proses pembelajaran, yaitu diantaranya :
a.       Sebagai media dalam menanamkan konsep-konsep
b.      Sebagai media dalam memantapkan pemahaman konsep
c.       Sebagai media untuk menunjukkan hubungan antara konsep dengan dunia di sekitar kita serta aplikasi konsep dalam kehidupan nyata.
d.      Supaya anak-anak lebih besar minatnya.
e.       Supaya anak-anak dibantu pemahamannya sehingga lebih mengerti dan lebih besar daya ingatnya.
f.       Supaya anak-anak dapat melihat hubungan antara ilmu yang dipelajarinya dengan alam sekitar dan masyarakat.
g.      Dan dengan alat peraga dapat menumbuhkan kegairahan belajar. Dapat meningkatkan aktivitas dan kreatifitas.
h.      Efisiensi waktu dan efisiensi motivasi dalam proses belajar mengajar.
 Menurut . (Ruseffendi,1997) :
“Penggunaan alat peraga dalam proses pembelajaran bukan merupakan fungsi tambahan tetapi mempunyai fungsi tersendiri, sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi pembelajaran yang efektif. Penggunaan alat peraga merupakan bagian yang integral dari keseluruhan situasi mengajar. Ini berarti bahwa alat peraga merupakan salah satu unsur yang harus dikembangkan guru”
Alat peraga dalam pengajaran, penggunaannya integral dengan tujuan dari isi pelajaran. Penggunaan alat peraga dalam pengajaran lebih diutamakan untuk mempertinggi mutu pembelajaran. Dengan perkataan lain dengan menggunakan alat peraga, hasil belajar yang dicapai akan tahan lama diingat siswa, sehingga pembelajaran mempunyai nilai tinggi. (Dirjen Dikdasmen, No.024/c/kep/R.1994)
Sedangkan beberapa manfaat dari alat peraga dalam proses pembelajaran, yaitu :    Dapat meningkatkan minat anak, membantu tilik ruang, supaya dapat melihat antara ilmu yang dipelajari dengan lingkungan alam sekitar, anak akan lebih berhasil belajarnya bila banyak melibatkan alat inderanya, sangat menarik minat siswa dalam belajar, mendorong siswa untuk belajar bertanya dan berdiskusi, menghemat waktu belajar. (Ruseffendi, 1994:240; Gunawan dkk, 1996:37)
Dengan demikian penggunaan alat peraga dalam proses pembelajaran akan lebih kondusif, efektif dan efisien. Siswa akan termotivasi untuk belajar, karena mereka tertarik dan mengerti atas pelajaran yang diterimanya.
  1. Pemilihan dan prinsip-prinsip Penggunaan Alat Peraga
Dalam proses pembelajaran, seorang pendidik dalam menyampaikan materi pelajaran hendaknya dapat memilih alat peraga yang tepat sesuai dengan konsep pembelajaran yang akan disampaikan.
William Burton (dalam Gunawan dkk, 1992) mengemukakan hal-hal yang harus diperhatikan dalam memilih alat peraga, yaitu :
a.       Alat peraga yang dipilih harus sesuai dengan kematangan dan pengalaman siswa serta perbedaan individual dalam kelompok
b.      Alat peraga yang dipilih harus tepat, memadai dan mudah digunakan
c.       Dalam memilih alat peraga harus direncanakan dan diteliti dan diperiksa lebih dahulu
d.      Penggunaan alat peraga disertai dengan kelanjutan diskusi dan analisis
e.       Sesuai dengan status kemampuan biaya
Berdasarkan pendapat tersebut, maka hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan alat peraga, tujuan pembelajaran, bahan pembelajaran, tingkat kematangan atau kemampuan siswa, metode, waktu serta situasi.
  1. Macam-macam Alat Peraga
Untuk membantu proses pelaksanaan proses pembelajaran di kelas, alat peraga dapat menunjang keberhasilan pembelajaran. Menurut William Burton (dalam Gunawan dkk, 1992) Beberapa alat peraga yang dapat digunakan di sekolah dasar dapat diklasifikasikan sebagai berikut  :
a. Dilihat dari jenisnya, alat peraga dibagi ke dalam:
1)      Alat peraga audatif yaitu media yang hanya mengandalkan kemampuan suara saja, seperti radio, cassette recorder, piringan audio. Media ini tidak cocok untuk orang tuli atau mempunyai kelainan dalam pendengaran.
2)      Alat peraga visual; yaitu media yang hanya mengandalkan indra penglihatan. Media visual ini ada yang menampilkan gambar diam seperti film strip (film rangkai), slides (film bingkai) foto, gambar atau lukisan, cetakan. Ada pula media visual yang menampilkan gambar atau simbol yang bergerak seperti film bisu, film kartun.
3)      Alat peraga audio-visual; yaitu media yang mempunyai unsur suara dan unsure gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik karena meliputi kedua jenis media yang pertama dan kedua. Media ini dibagi lagi ke dalam (a) audio-visual diam, yaitu media yang menampilkan suara dan gambar diam seperti film bingkai suara (sound slides), film rangkai suara, cetak suara, dan (b) audio-visual gerak, yaitu media yang dapat menampilkan unsur suara dan gambar yang bergerak seperti film suara dan video-cassette.
Pembagian lain dari media ini adalah (a) audio-visual murni, yaitu baik unsur suara maupun unsur gambar berasal dari satu sumber seperti film, video cassette, dan (b) audio-visual tidak murni, yaitu yang unsur suara dan unsur gambarnya berasal dari sumber yang berbeda, misalnya film bingkai suara yang unsur gambarnya bersumber dari slide projector dan unsur suaranya berasal dari tape recorder. Contoh lainnya adalah film strip suara dan cetak suara.
b. Dilihat dari daya liputnya, alat peraga dibagi ke dalam:
1)      Alat peraga yang mempunyai daya liput yang luas dan serentak. Penggunaan alat peraga tidak terbatas oleh tempat dan ruang serta menjangkau jumlah anak didik dalam waktu yang sama. Contoh media ini ialah radio dan televisi.
2)      Alat peraga yang mempunyai daya liput yang terbatas oleh ruang dan tempat, yaitu alat peraga yang dalam penggunaannya membutuhkan ruang dan tempat yang khusus seperti film, sound slide, film rangkai, yang harus menggunakan tempat yang tertutup dan gelap.
3)      Alat peraga untuk pengajaran individual seperti modul berprogram dan pengajaran melalui computer.
c. Dilihat dari bahan dan pembuatannya, alat peraga dibagi ke dalam:
1)      Alat peraga yang sederhana, yaitu alat peraga yang bahan dasarnya mudah diperoleh dan harganya murah, cara pembuatannya mudah, dan penggunaannya tidak sulit.
2)      Alat peraga yang kompleks, yaitu alat peraga yang bahan dan alat pembuatannya sulit diperoleh serta mahal harganya, sulit membuatnya, dan penggunaannya memerlukan keterampilan yang memadai.
Apa pun bentuk dan jenis alat bantu (alat peraga) pendidikan itu tidak lain adalah sebagai pelengkap, sebagai pembantu memeprmudah usaha mencapai tujuan, dan sebagai tujuan
B.     Kesulitan Siswa
  1. Definisi Kesulitan Belajar
Kesulitan adalah kedaan sulit, sesuatu yang sulit, kesukaran, kesusahan (W.J.S Poerwadaminta, 1993). Sedangkan belajar adalah suatu perubahan dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kepandaian atau suatu pengertian (Ngalim Purwanto, 1994).
Di bawah ini akan dikemukakan definisi belajar menurut beberapa ahli, di antaranya :
a.       Skinner dalam Barlow (1985) mendefinisikan belajar adalah suatu proses adaptasi yang berlangsung secara progressif.
b.      Chaplin (1972) dalam Dictionary Psychology membatasi belajar dengan 2 macam : (1) Belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relative menetap sebagai akibat dari latihan dan pengalaman. (2). Belajar adalah proses memperoleh respons-respons sebagai akibat adanya latihan khusus.
c.        Hintzman (1987) dalam bukunya The Psychology of Learning and Memory berpendapat bahwa belajar adalah suatu perubahan yang terjadi pada diri organisme, manusia atau hewan disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut.
d.      Wittig (1981) dalam bukunya Psychology of Learning: belajar adalah perubahan yang relative menetap yang terjadi dalam segala macam / keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai suatu hasil.
e.       Reber (1989) dalam Dictionary of Psychology. Menurutnya ada 2 definisi tentang belajar, yaitu :
1) Belajar adalah proses memperoleh pengetahuan
2) Belajar adalah suatu perubahan kemampuan bereaksi yang relative langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat.
Sementara kesulitan belajar adalah “suatu kedaan dimana siswa atau peserta didik tidak dapat belajar sebagaimana mestinya” (Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, 1991).
  1. Beberapa Penyebab Kesulitan Belajar Siswa
Ada beberapa sumber atau faktor yang patut diduga sebagai penyebab utama kesulitan belajar siswa. Sumber itu dapat berasal dari :
a.       Dalam diri siswa sendiri
 Dari dalam diri siswa dapat disebabkan oleh faktor biologis maupun psikologis.
b.      Dari luar diri siswa
Kesulitan belajar dapat bersumber dari keluarga (pendidikan orang tua, hubungan dengan keluarga,keteladanan keluarga dan sebagainya), keadaan lingkungan dan masyarakat secara umum.
Kesulitan belajar tidak dialami hanya oleh siswa yang berkemampuan dibawah rata-rata atau yang dikenal sungguh memiliki learning difficulties ,tetapi dapat dialami oleh siswa dengan tingkat kemampuan manapun dari kalangan atau kelompok manapun. Tingkat dan jenis sumber kesulitannya beragam.
Menurut Brueckner dan Bond, Cooney, Davis, dan Henderson(1975:122) mengelompokkan sumber kesulitan itu menjadi lima faktor, yaitu:
a.       Faktor Fisiologis
Kesulitan belajar siswa dapat ditimbulkan oleh faktor fisiologis. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh kenyataan bahwa persentase kesulitan belajar siswa yang mempunyai gangguan penglihatan lebih dari pada yang tidak mengalaminya.
Demikian pula kesulitan siswa yang mempunyai gangguan pendengaran lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak mengalaminya.
Hal yang serupa juga terjadi pada siswa yang mempunyai gangguan neurologis (sistem syaraf). Sistem koordinasi sistem syaraf yang terganggu merupakan kendala dalam siswa belajar.  Dalam hubungannya dengan faktor-faktor di atas.
Umumnya guru tidak memiliki kemampuan atau kompetensi yang memadai untuk mengatasinya. Yang dapat dilakukan guru hanyalah memberikan kesempatan kepada siswa yang memiliki gangguan dalam penglihatan atau pendengaran tersebut untuk duduk lebih dekat ke meja guru. Selebihnya, hambatan belajar tersebut hendaknya diatasi melalui kerjasama dengan pihak yang memiliki kompetensi (bimbingan dan konseling misalnya) sehingga dapat menanganinya lebih baik.
b.      Faktor sosial
    Faktor sosial di dalam dan di luar kelas dalam lingkungan sekolah juga berpengaruh terhadap kelancaran atau kesulitan belajar siswa. Siswa yang kurang dapat bergaul atau menyesuaikan dengan situasi kelas oleh berbagai sebab yang menyebabkan ia merasa terpencil, terhina atau senantiasa menjadi bahan ejekan atau olokan, merupakan faktor penghambat, meskipun bagi sebagian siswa yang biasa mengatasi masalah hal itu dapat digunakan sebagai pemacu untuk menunjukkan eksistensinya. 
Interaksi antar siswa yang kurang dibiasakan dalam kegiatan dikelas dapat menyebabkan masalah sosial. Anak yang merasa kurang semakin menyendiri, sebaliknya dengan kebiasaan lainnya di rumah ia dapat mengalihkannya dengan minta perhatian guru.
Secara umum siswa yang terlalu tertutup atau terlalu terbuka mungkin adalah siswa yang mengalami masalah sosial di rumah atau tekanan dari teman atau mungkin orang tuanya.  Jadi lingkungan belajar di sekolah juga merupakan salah satu faktor sosial kesulitan belajar siswa. Masalahnya perlu dikaji dan penyelesaiannya mungkin memerlukan bantuan wali kelas, guru bimbingan atau pihak luar yang lebih memahami masalah siswa tersebut.
c.       Faktor Emosional
Berpikir tidak rasional, takut, cemas, benci pada   pelajaran. Jika demikian maka hambatan itu dapat “melekat” pada diri anak/siswa. Masalah siswa yang termasuk dalam faktor emosional dapat disebabkan oleh:
1)      Obat-obatan tertentu, seperti obat penenang, ekstasi, dan obat lainyang sejenis.
2)      Kurang tidur.
3)      Diet yang tidak tepat.
4)      Hubungan yang renggang dengan teman terdekat.
5)      Masalah tekanan dari situasi keluarganya di rumah.
Menurut Cooney (1972:22-26) menyatakan bahwa:
“Siswa yang mengkonsumsi pil ekstasi kemalasannya naik luar biasa, kadang-kadang menunjukkan perangai yang tidak rasional,depresi, tak sadar, atau sebaliknya: tertawa-tawa. Tampilannya berubah tiba-tiba, kesehatan menurun. Akibatnya siswa akan kurang menaruh perhatian terhadap pelajaran, atau mudah mengalami depresi mental, emosional, kurang ada minat membaca buku maupun menyelesaikan pekerjaan rumah“.
Siswa yang terkena narkoba biasanya daya ingatnya menurun. Penanganan kesulitan belajar yang disebabkan oleh hal-hal di atas sebaiknya dilakukan oleh orang yang memiliki kompetensi, baik psikologis, medis maupun agamis.
d.      Faktor Intelektual
  Siswa yang mengalami kesulitan belajar disebabkan oleh faktor intelektual, umumnya kurang berhasil dalam menguasai konsep, prinsip, walaupun telah berusaha mempelajarinya. Siswa yang mengalami kesulitan mengabstraksi, menggeneralisasi, berpikir deduktif dan mengingat konsep-konsep maupun prinsip-prinsip biasanya akanselalu merasa bahwa pelajaran itu sulit. Siswa demikian biasanya juga mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah terapan atau soal cerita. Ada juga siswa yang kesulitannya terbatas dalam materi tertentu,  tetapi merasa mudah dalam materi lain.
e.       Faktor Pedagogis
Di antara penyebab kesulitan belajar siswa yang sering dijumpai adalah faktor kurang tepatnya guru mengelola pembelajaran dan menerapkanmetodologi. Misalnya guru masih kurang memperhatikan kemampuan awal yang dimiliki siswa, guru langsung masuk ke materi baru. Ketika terbentur kesulitan siswa dalam pemahaman, guru mengulang pengetahuan dasar yang diperlukan. Kemudian melanjutkan lagi materi baru yang pembelajarannya terpenggal.
Jika ini berlangsung dan bahkan tidak hanya sekali dalam suatu tatap muka, maka akan muncul kesulitan umum yaitu kebingungan karena tidak terstrukturnya bahan ajar yang mendukung tercapainya suatu kompetensi. Ketika menerangkan bagian-bagian bahan ajar yang menunjang tercapainya suatu kompetensi bias saja sudah jelas, namun jika secara keseluruhan tidak dikemas dalam suatu struktur pembelajaran yang baik, maka kompetensi dasar dalam penguasaan materi dan penerapannya tidak selalu dapat diharapkan berhasil. Dengan kata lain, struktur pelajaran yang tertata secara baik akan memudahkan siswa, paling tidak mengurangi kesulitan belajar siswa.
Menurut Akhmad Sudrajat (2008:35) kesulitan belajar mencakup pengertian yang luas diataranya :
1)  Learning Disorder atau kekacauan belajar keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : Siswa terbiasa mengucapkan bahasa ibu yaitu bahasa Jawa dan Indonesia  serta menulis huruf latin.  Sehingga mengalami learning disorder karena harus mengucap dengan bahasa Arab dan menulis huruf Hijaiyah.
2)  Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat indra, atau gangguan psikologis lainnya. Hal ini terjadi pada Matsuli yang mengalami cedal/pelat sehingga kesulitan mengucapkan huruf-huruf hijaiyah dengan jelas maupun membaca Surat Al Lahab dengan tepat bacaannya.
3)  Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Hal ini terjadi pada Evisya Marselena yang sebenarnya di pelajaran umum lainnya seperti matematika dan IPA nilainya selalu diatas rata-rata sedangkan di pelajaran keagaamaan rendah menyebabkan prestasinya kurang menonjol.  Penyebabnya adalah dia kesulitan memahami pelajaran Al Qur’an dan Hadist karena sulit untuk dimengerti sedangkan matematika dan IPA dia lebih suka karena merasa lebih dekat dan nyata.
4)  Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama. Hal ini terjadi pada beberapa siswa yang kesulitan untuk belajar Al Qur’an dan Hadist sehingga teman-temannya yang lain sudah lebih dahulu selesai harus menunggu siswa ini supaya tidak tertinggal jauh materinya.
5)  Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.  Hal ini terjadi pada beberapa siswa yang sering membolos pada waktu pelajaran Al Qur’an dan Hadist. 
C.    Pembelajaran Quran dan Hadist
  1. Pengajaran Al Qur’an dan Hadist
Definisi al-Quran ialah “kalam Allah SWT yang merupakan mujizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad SAW dan yang ditulis di mushaf dan diriwayatkan dengan mutawatir serta membacanya adalah ibadah”. A. Soenarjo (1975:999).
Pengajaran Al-quran Hadits adalah ”kegiatan menyampaikan materi ilmu Al-quran Hadits didalam proses pendidikan. Jadi metode mengajarkan Al-quran Hadits adalah memberikan tuntunan tentang jalan yang harus ditempuh didalam kegiatan menyampaikan materi ilmu Al-quran Hadits kepada anak didik “ ( Chatib, Muardi dan Paimun, 1982/1983)
Pendidikan Al-Qur’an dan Hadist di Madrasah Ibtidaiyah sebagai landasan yang integral dari pendidikan Agama, memang bukan satu-satunya faktor yang menentukan dalam pembentukan watak dan kepribadian peserta didik, tetapi secara substansial mata pelajaran Al-Qur’an dan Hadist memiliki kontribusi dalam memberikan motifasi kepada peserta didik untuk mempraktekkan nilai-nilai keyakinan kegamaan (tauhid) dan Ahlaqul karimah dalam kehidupan sehari-hari.
Mata pelajaran Al-Qur’an Hadist adalah bagian dari mata pelajaran Pendidikan Agama Islam pada Madrasah Ibtidaiyah yang dimaksud untuk memberikan motivasi, bimbingan, pemahaman, kemampuan dan penghayatan terhadap isi yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadist sehingga dapat diwujudkan dalam pertilaku sehari – hari sebagai manifestasi iman dan taqwa kepada Allah SWT.
Pembelajaran Al Qur’an-Hadist di Madrasah Ibtidaiyah bertujuan untuk memberikan kemampuan dasar kepada peserta didik dalam membaca, menulis, membiasakan dan menggemari Al Qur’an dan Hadist serta menanamkan pengertian, pemahaman, penghayatan isi kandungan ayat-ayat Al Qur’an-Hadist untuk mendorong, membina dan membimbing akhlaq dan perilaku peserta didik agar berpedoman kepada dan sesuai dengan isi kandungan ayat – ayat Al Qur’an dan Hadist.
  1. Kurikulum Al Qur’an Hadist di Madrasah Ibtidaiyah Kelas IV
Basis kompetensi yang dikembangkan di Madrasah harus menjamin pertumbuhan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt, pengusaan ketrampilan hidup, pengusaan kemampuan akademik, seni, dan pengembangan kepribadian yang paripurna. Dengan petimbangan ini, maka disusun kurikulum nasional Pendidikan Agama di Madrasah yang berbabasis kompetensi dasar yang mencerminkn kebutuhan keberagaman peserta didik Madrasah secara nasional. Standar ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai acuan dalam mengembangkan kurikulum Qur’an Hadist di Madrasah sesuai dengan kebutuhan daerah / Madrasah.
Oleh karena itu, peranan dan efektifitas pendidikan agama di Madrasah sebagai landasan bagi pengembangan spiritual terhadap kesejahteraan masyarakat mutlak harus ditingkatkan, karena asumsinya adalah jika pendidikan agama (yang meliputi Al-Qur’an dan Hadist, Aqidah dan Aklaq, Fiqih dan Sejarah Kebudayaan Islam) yang dijadikan landasan pengembangan nilai spiritual dilakukan dengan baik, maka kehidupan masyarakat akan lebih baik (Departemen Agama RI Kurikulum ,2006:37).
Kurikulum Al-Qur’an dan Hadist MI yang dikembangkan dengan pendekatan tersebut diharapkan mampu menjamin pertumbuhan keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT, peningkatan penguasaan kecakapan hidup, kemampuan bekerja dan bersikap ilmiah sekaligus menjamin pengembangan kepribadian Indonesia yang kuat dan berakhlaq mulia.
Mata pelajaran Al Qur’an – Hadist pada Madrasah Ibtidaiyah berfungsi:
a.    Menumbuhkembangkan kemampuan peserta didik membaca dan menulis Al Qur’an Hadist.
b.    Mendorong, membimbing dan membina kemampuan dan kegemaran untuk membaca Al Qur’an dan Hadist.
c.     Menanamkan pengertian, pemahaman, penghayatan dan pengamalan kandungan ayat – ayat Al Qur’an dan Hadist dalam perilaku peserta didik sehari – hari.
d.   Memberikan bekal pengetahuan untuk mengikuti pendidikan pada jenjang yang setingkat lebnih tinggi ( MTs ).
Ruang lingkup pengajaran Al Qur’an – Hadist di Madrasah Ibtidaiyah meliputi:
a.         Pengetahuan dasar membaca dan menulis Al Qur’an.
b.         Hafalan surat – surat pendek.
c.         Pemahaman kandungan surat – surat pendek.
d.        Hadist – hadist tentang kebersihan, niat, menghormati orang tua, persaudaraan, silaturrahim, taqwa, menyayangi anak yatim, shalat berjamaah, ciri – ciri orang munafik dan amal shaleh.

  1. Standar Kompetensi Kelas IV Madraah Ibtidaiyah  Semester 2
Standar Kompetensi Kelas IV Madraah Ibtidaiyah  Semester 2 menurut (Departemen Agama RI Kurikulum ,2006:37) adalah:
a.       Memahami arti surat pendek dan hadis tentang niat dan silaturahmi:
1)      Mengartikan surat al-Lahab .
2)      Menjelaskan isi kandungan surat al-Lahab secara sederhana .
3)      Menerjemahkan isi kandungan hadis tentang niat dan silaturahmi .
4)      Menjelaskan isi kandungan hadis tentang niat dan silaturahmi secara sederhana .
b.      Menerapkan kaidah-kaidah ilmu tajwid:
1)       Memahami hukum bacaan idgham, bighunnah, idgham bilaghunnah, dan iqlab.
2)      Menerapkan hukum bacaan idgham bighunnah, idgham bilaghunnah, dan iqlab.
Kalau berpacu pada orientasi kurikulum sekarang, metode sudah jelas, walaupun belum mencantumkan tentang metode apa yang harus digunakan oleh guru dalam menyampaikan materi. Ini juga sampai membuat lengah bagi guru yang akan mengajar, karena ini dapat dipahami bahwa tanpa dicantumkan guru harus pandai-pandai menggunakan metode apa saja yang cocok dalam setiap materi.
Tiap guru yang menginginkan sukses harus mengadakan persiapan yang baik termasuk metode apa yang perlu digunakan. Akan tetapi persiapan disini bukanlah menentukan bahan atau kegiatan untuk mengisi waktu dengan mengikuti langkah-langkah yang ditentukan oleh buku pelajaran. Agar pelajaran efektif persiapan guru seharusnya. Merencanakan fokus-fokus yang memberi kebulatan pelajaran mendorong anak memikirkan masalah / pokok-pokok tertentu.
  1. Prinsip-prinsip Metode Mengajar Al-Qur’an Hadits
Prinsip disebut juga dengan asas atau dasar, asas adalah kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir, bertindak dan sebagainya dalam hubungannya dengan metode mengajar Al-quran Hadits, berarti prinsip
yang dimaksud disini adalah dasar pemikiran yang digunakan dalam mengaplikasikan metode mengajar Al-quran Hadits (Chatib, Muardi dan Paimun, 1982:47)
Tujuan yang ingin dicapai dalam metodelogi pengajaran Al-Quran Hadits khususnya adalah tercapainya efisiensi didalam proses belajar mengajar  Al-Quran Hadits. Efisiensi di sini dimaksudkan suatu prinsip didalam pendidikan dan pengajaran dimana diharapkan hanya terdapat pengorbanan yang sedikit mungkin, tetapi dapat mencapai hasil yang seoptimal mungkin. Pengorbanan yang dimaksud meliputi faktor tenaga, waktu, alat dan biayanya.
Menurut Chatib, Muardi dan Paimun (1982:78) adapun prinsip-prinsip pelaksanaan metode mengajar Al-qur’an Hadits adalah :
a.       Mengetahui motivasi, kebutuhan dan minat anak didiknya.
b.      Mengetahui tujuan pendidikan yang sudah ditetapkan sebelum pelaksanaan pendidikan.
c.       Mengetahui tahap kematangan, perkembangan serta perubahan anak didik.
d.      Mengetahui perbedaan-perbedaan individu didalam anak didik.
e.       Memperhatikan kepahaman dan hubungan-hubungan, integrasi pengalaman dan kelanjutannya, pembaharuan dan kebebasan berfikir
f.       Menjadikan proses pendidikan sebagai pengalaman yang menggembirakan bagi anak didik.
g.      Menegakkan “ Aswah Hasanah”.
               Sedangkan menurut Muhtar Yahya yang dikutip oleh Arman Arief ( 2002:144) ada 4 prinsip pembelajaran Al Quran dan Hadist yaitu :
a.      At-Tawassu’ fil magashid la fi alat
Adalah prinsip yang menganjurkan untuk menuntut ilmu sebagai tujuan dan bukan sebagai alat.
b.      Mura’tul isti’dad wa thab’i
Sebuah prinsip yang sangat memperhatikan pembawaan dan kecendrungan anak didik.
c.       At-tadarruj fi talqien
Al-Ghazali menyebutkan “Berilah pelajaran kepada anak didik sesuai dengan tingkat kemampuan mereka.
d.      Min al-mahsus ila al-ma’qul
Tidak dapat dibantah bahwa setiap manusia merasa lebih mudah memahami segala sesuatu yang dapat ditangkap didalam oleh panca indranya.
Ada lagi pendapat tentang prinsip-prinsip metode mengajar Al Qur’an dan Hadist menurut Mansyur (1996:45) yaitu :
a.       Motivasi
Seorang pelajar harus menimbulkan motivasi anak menurut Crider, motivasi adalah sebagai hasrat, keinginan dan minat yang timbul dari seseorang dan lansung ditunjukan kepada suatu objek.  Sedangkan menurut S. Nasution motivasi murid adalah menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga anak itu mau melakukan apa yang dapat dilakukannya..
b.       Aktivitas   
Kalau ditinjau dari ilmu jiwa anak, maka anak yang normal selalu bertindak dengan tingkatan perkembangan umur mereka. Ia mengadakan reaksi-reaksi terhadap lingkunganya atau adanya aksi dari lingkungan maka ia melakukan kegiatan atau aktivitas.
c.       Minat dan Perhatian
Menurut Crow and Crow minat diartikan sebagai pendorong yang menyebabkan individu memberikan perhatian kepada seseorang, sesuatu atau kepada aktivitas-aktivitas tertentu.
Dalam mengajarkan bidang studi Al-quran Hadits seorang guru harus menghubungkan materi Al-qur’an Hadits yang diajarkanya dengan pusat minat anak melalui observasi, asosiasi dan ekspressi.
d.      Keperagaan
Pada sekolah tradisioanal murid-murid hanya mendengarkan ucapan guru, mengulang kembali dan menghafalnya. Sehingga mereka tidak tahu pengertian yang sebenarnya sehingga sering menimbulkan verbalisme, munculah seorang Tokoh J. Amos Comenius dengan bukunya “Didaktica Magma”, beliau menganjurkan pelajaran hendaklah menggunakan alat peraga yang cukup dalam metode mengajar agar mudah dalam mengajar dalam mengajar proses pembelajaran.
e.       Individual
M. J. Langevel dalam bukunya “Beknopte Paedagoggiek” menjelaskan bahwa manusia itu adalah makhluk individual, social, etis. Individu adalah manusia, orang yang memiliki pribadi sendiri dan karakteristik sendiri. Ditengah-tengah komunitas masing-masing memiliki perbedaan individual. Al-qur’an menegaskan adanya perbedaan struktur dan setatus social, adanya perbedaan individual menunjukan pula adanya perbedaan kondisi belajar setiap orang, dituntut guru agar tau kondisi dan metode yang tepat dalam belajar.
f.       Pengulangan
Pengajaran memerlukan banyak mengulang, pengulangan bahan yang telah dipelajari akan memperkuat hasil belajar. Syaibany menyatakan bahwa Al-qur’an banyak melakukan pengulangan maka yang dapat dijadikan dalil untuk memperkuat perlunya prinsip pengulangan dalam mengajar.
g.      Ketauladanan
Sejak fase-fase awal kehidupan manusia banyak sekali belajar lewat peniruan terhadap kebiasaan dan tingkah laku orang-orang sekitarnya, khususnya dari orang tuanya. Al-qur’an telah memberikan contoh bagaimana manusia belajar lewat meniru kisah tentang Qabil yang dapat mengetahui bagaimana mengukburkan mayat saudaranya Habil yang telah dibunuhnya, diajar oleh Allah dari meniru seekor burung gagak yang menggali-gali tanah guna menguburkan bangkai seekor burung gagak lainnya. Kecendrungan manusia untuk meniru belajar lewat peniruan, menyebabkan ketauladanan menjadi sangat pentingnya dalam proses mengajar, Rosulullah adalah suri tauladan yang baik bagi umat Islam.
h.      Pembiasaan
Pembiasan adalah upaya praktis dalam pembinaan dan pembentukan anak. Hasil dari pembiasaan yang dilakukan pendidik adalah terciptanya suatu kebiasaan bagi anak didik. Kebiasaan adalah tingkah laku tertentu yang sifatnya otomatis tanpa direncanakan terlebih dahulu dan berlaku begitu saja tanpa dipikirkan lagi

No comments

Powered by Blogger.